Cinta adalah
kata yang sederhana. Tapi rasa yang ada didalamnya sangat tidak sederhana.
Banyak
sekali kisah mengenai cinta. Dan aku belajar banyak dari kisah-kisah yang telah
kulihat. Terkadang tulisan-tulisan dari setiap orang yang telah melalui kisah
cintanya sedikit banyak telah berhasil mempengaruhiku. Mempengaruhi pikiran
serta pemahamanku mengenai cinta.
Tapi
aku sadar bahwa tidak semua kisah yang kulihat itu sama seperti kisah yang
kujalani. Karena itulah, aku akan berusaha memahami sendiri arti cinta dalam
kisah yang kujalani. Walau kisahku itu berubah menjadi buruk sekalipun, aku
tidak peduli. Karena memang, ujung dari setiap kisah tidak pernah ada yang
tahu, tidak bisa ditebak, selalu menyimpan rahasia dan hikmahnya sendiri. Dan
Ketika ujung itu menemuiku, kisahku mungkin akan berakhir, tapi tidak demikian dengan cintaku.
Ketika ujung itu menemuiku, kisahku mungkin akan berakhir, tapi tidak demikian dengan cintaku.
(Satya,
tokoh utama cerita ini)
***
Satya bermimpi kalau ia sudah ada dikota Tisa. Tapi
dimimpinya bukan kota Jogja. Awalnya setting tempatnya itu seperti pasar. Di salah
satu tempat dipasar itu Satya duduk sambil makan pagi. Warung tempat Satya
sarapan bukan berupa rumah. Cuma gerobak yang didepannya disediain bangku
panjang buat yang makan. Tidak lama Tisa lewat, berdua dengan temannya. Tisa pake
baju seragam identitas. Lalu Satya langsung mengejar Tisa. Tapi Satya tidak
langsung menyapa Tisa. Satya berbelok arah. Pergi kearah warung yang ia yakini
Tisa mau kesana. Ya, tepat. Untuk membuat
sebuah surprise.
Warung itu lebih mirip kantin, tapi semua dinding,
langit-langit, dan lantainya dibuat dari kayu-kayu yang panjang dan warnanya
coklat tua. Kesannya klasik. Seperti di film-film barat kuno. Pas ketika mata Tisa
tertumbuk melihat Satya ada diwarung itu, Tisa terkejut. Teman Tisa seperti mengerti
saja ia harus melakukan apa disaat-saat seperti ini, dia membiarkan Tisa dan
Satya duduk berdua. Satya dan Tisa berhadapan. Sama seperti pertemuan-pertemuan
mereka sebelumnya. Banyak hal berkecamuk di dada mereka. Ada rasa kangen yang
ga ketulungan, agak malu-malu, bingung mau ngomong apa, dan lain-lain.
***
Setelah hari itu, seperti dulu. Satya sering
menemui Tisa sepulang sekolah. Tapi suatu hari, entah karena apa Satya dan Tisa
berantem. Tidak jelas apa akar masalahnya. Mereka tiba-tiba saling acuh, sampai
jarang bertemu lagi. Tapi karena Satya rasa itu bukan masalah besar, Satya memutuskan
untuk bertemu Tisa. Setidaknya bagi Satya, hubungan mereka lebih penting
daripada sekedar menuruti ego yang aneh.
Sayangnya, ketika tiba disekolah Satya tidak
bertemu dengan Tisa. Ah hampir lupa, sekolah
Tisa tingkat empat, dan pagar luarnya memungkinkan orang untuk melihat ke dalam.
Intinya seperti sekolah-sekolah di eropa. Dan kau tau hal yang lebih aneh? Di kota
Tisa turun salju. Semua orang memakai baju musim dingin. Tentu saja Satya
bingung, dalam ingatannya kota Tisa tidak seperti itu.
Satya yakin kalo ini bukan di Indonesia. Ini lebih
mirip kota-kota dinegara-negara barat. Entah Inggris, Amerika, atau Perancis. Kotanya
luar biasa, gedung-gedungnya dibangun indah, cat gedungnya terawat, mobil
melaju sesuai peraturan lalu lintas. Tidak ada macet. Orang-orang bersliweran
damai. Ini memang kota yang menjanjikan ketenangan. Setidaknya untuk saat ini.
Setelah hari dimana Satya tidak berhasil bertemu
dengan Tisa disekolah. Kau tau, hari-hari berikutnya pun sama. Satya ke sekolah
dan tidak bertemu Tisa. Ke sekolah lagi dan Satya hanya menatap kosong dari
pintu pagar. Berharap Tisa keluar dari gedung sekolah dan melihatnya. Hal itu terus
berlanjut sampai beberapa hari. Rasanya lebih dari seminggu. Sampai Satya tidak
tahu kalau ternyata sekolah Tisa di liburkan. Karena hampir setiap malam ada
badai salju. Setiap hari salju naik sekitar 10cm. tapi besok cair karena
terkena sinar matahari, besoknya lagi, naik lagi. Begitu terus berulang-ulang. Yang
pasti setiap malam badai salju semakin ganas. Entah kapan akan berhenti.
Meski hari libur pun Satya tetap ke sekolah,
berharap bertemu Tisa. Satya merasa itu tindakan paling bodoh yang pernah ia
lakukan. Padahal ia tahu sekolah sepi dan yang ada mungkin hanya penjaga
sekolah. Tapi Satya tetap ke sana, pergi ke sekolah Tisa. Meski Satya tidak bisa
bertemu Tisa, setidaknya Satya bisa melihat kenangan melihat Tisa dulu
disekolah itu, begitu pikir Satya. Kau tau? Dicerita ini Satya mempunyai seorang
pembantu yang setia. Tapi umurnya tidak lagi muda. Sudah lebih dari setengah
abad. Dia selalu menemani Satya kemana saja. Termasuk sekarang. Dia menemani
Satya menatap gedung sekolah dari pintu pagar. Pembantu setia itu terus melihat
Satya prihatin. Sudah lama perkara ini berlanjut tanpa kepastian. Sampai suatu
hari Satya bangun dari tidur, dan melihat wajahnya dicermin. Terlihat olehnya, tubuhnya
menjadi lebih kurus, wajahnya tirus. Rambutnya gondrong tidak ter-urus. Kumis tipis
pun sekarang menghiasi atas bibirnya. Meski tipis tapi cukup jelas. Hanya jenggot
yang baru tumbuh sedikit.
Kau ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi pada
Tisa? Tisa sakit parah. Demam karena cuaca yang ekstrim, membuat tubuhnya
terdera penyakit. Suhu tubuhnya tinggi sekali. Keluarga Tisa pun sibuk mengurusi
Tisa. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Tisa. Sudah beberapa dokter
dipanggil untuk mengobati. Tapi dokter-dokter itu menyerah. Dokter-dokter itu
tidak bisa mengobati Tisa. Mereka hanya memberikan dua pilihan, lepas alat
bantu hidup Tisa atau membiarkan Tisa meninggal dengan sendirinya. Sungguh bukan
pilihan yang menyenangkan. Apapun jawaban yang dipilih, hasilnya tidak baik.
Tisa hanya menjalani hari-harinya dengan terus
berbaring ditempat tidur berseprai putih. Dengan infus terpasang ditangannya.
Tisa tidur. Entah tidur dalam arti sesungguhnya atau koma. Sampai sekarang
Satya tidak tahu kalau Tisa sakit. Tapi ada kabar yang entah baik, entah buruk,
kini Satya sudah berhenti pergi ke sekolah. Tapi menjadi lebih buruk karena seharian
Satya hanya duduk di sofa kamar dan tidak mau melakukan apa-apa. Menolak makan
dan minum. Di dalam hatinya, Satya mengutuk diriku sendiri. Menyesal dan
bersedih berkepanjangan atas apa yang sudah terjadi. Meski tidak menangis tapi
sekitar mata Satya merah kehitaman. Kurang tidur. Ya, Satya memang tidak pernah
bisa tidur baik dimalam hari ataupun disiang hari. Jika tidak sengaja tidur, tidurnya
pun dengan posisi duduk.
***
Dan datanglah hari yang tenang. Salju berhenti
turun. Bunga-bunga bermekaran. Banyak daun berguguran. Seperti gugurnya cheery
blossom di musim semi. Matahari pun menyinari dengan hangat. Pagi ini suasana
sungguh damai. Damai yang mengantarkan Tisa ke pembaringan terakhir. Ah, aku bisa
menduga bahwa kau pasti sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Pemakaman digelar. Tidak lama kuburan Tisa sudah
sempurna tertutup rapat. Selesai sudah. Doa-doa dipanjatkan. Bunga-bunga
ditaburkan. Orang-orang berkumpul berkabung. Orang tua Tisa menangis ditinggalkan oleh putri kesayangannya.
Dan terjadilah saat itu, kejadian paling klimaks dari cerita ini. Satya
menyibak kerumunan orang, menerobos banyak orang yang mendatangi pemakaman
Tisa. Orang-orang terkejut atas kedatangan Satya. Setelah sampai dirumah
terakhir Tisa. Satya mengeluarkan pistol dari saku jasnya agar tidak ada orang
yang berusaha menghentikan atau mengganggunya. Setidaknya pistol itu peringatan
bahwa ia tidak sedang bercanda.
Sebagian orang, terutama perempuan. Berteriak melihat
Satya mengeluarkan pistol. Mungkin mereka berpikir Satya sudah gila dan ingin
mencelekai mereka. Satya bersimpuh. Menatap sedih kekuburan Tisa. Ia menyentuh
nisan Tisa seolah-olah menyentuh kepala manusia dan mengelus-ngelusnya. Semua
orang yang melihat itu terdiam. Ya, saat itulah pertama kalinya Satya menangis
dan tidak tahan lagi untuk tidak marah. Satya memaki kepada orang-orang yang datang
kepemakaman Tisa.
“Kenapa tidak ada satupun diantara kalian yang memberi
tahuku mengenai hal ini? Bahkan saat Tisa sakitpun tidak ada kabar secuil pun
masuk ke telingaku!”
Orang-orang dipemakaman itu hanya bisa diam. Tidak
satupun yang menjawab. Mereka hanya melihat Satya dengan tatapan bersimpati. Prihatin.
Mereka tentu mengerti apa yang Satya rasakan.
“Baiklah, kalau tidak ada satupun dari kalian
yang bicara dan memberikan penjelasan. Aku pun akan menyusul Tisa!”
Orang-orang terkejut ketika melihat Satya
mengarahkan pistol yang ada ditangannya ke kepalanya sendiri. Mereka sontak
berusaha hendak menghentikan Satya. Tapi pistol sudah sempurna terarah ke
kening Satya. Dan
“Doorrr!!!”
Suara pistol mengalahkan suara kekhawatiran
orang-orang. Semua orang bungkam. Suasana hening seketika. Semua mata terpana. Tidak
percaya dengan apa yang barusan mereka saksikan. Dan bagi Satya semua menjadi
gelap. Berakhir sudah.
Setelah kejadian itu, mungkin Satya akan
terbang, pergi jauh ke kehidupan baru. Entah bersama Tisa atau tidak. Tidak ada
yang tahu.
***
Nah, itulah mimpi yang sangat mendebarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar