Jumat, 28 Desember 2012

10-12-2012

                Cinta adalah kata yang sederhana. Tapi rasa yang ada didalamnya sangat tidak sederhana.
Banyak sekali kisah mengenai cinta. Dan aku belajar banyak dari kisah-kisah yang telah kulihat. Terkadang tulisan-tulisan dari setiap orang yang telah melalui kisah cintanya sedikit banyak telah berhasil mempengaruhiku. Mempengaruhi pikiran serta pemahamanku mengenai cinta.
 Tapi aku sadar bahwa tidak semua kisah yang kulihat itu sama seperti kisah yang kujalani. Karena itulah, aku akan berusaha memahami sendiri arti cinta dalam kisah yang kujalani. Walau kisahku itu berubah menjadi buruk sekalipun, aku tidak peduli. Karena memang, ujung dari setiap kisah tidak pernah ada yang tahu, tidak bisa ditebak, selalu menyimpan rahasia dan hikmahnya sendiri. Dan
Ketika ujung itu menemuiku, kisahku mungkin akan berakhir, tapi tidak demikian dengan cintaku.
(Satya, tokoh utama cerita ini)
***

Satya bermimpi kalau ia sudah ada dikota Tisa. Tapi dimimpinya bukan kota Jogja. Awalnya setting tempatnya itu seperti pasar. Di salah satu tempat dipasar itu Satya duduk sambil makan pagi. Warung tempat Satya sarapan bukan berupa rumah. Cuma gerobak yang didepannya disediain bangku panjang buat yang makan. Tidak lama Tisa lewat, berdua dengan temannya. Tisa pake baju seragam identitas. Lalu Satya langsung mengejar Tisa. Tapi Satya tidak langsung menyapa Tisa. Satya berbelok arah. Pergi kearah warung yang ia yakini Tisa mau kesana. Ya, tepat.  Untuk membuat sebuah surprise.
Warung itu lebih mirip kantin, tapi semua dinding, langit-langit, dan lantainya dibuat dari kayu-kayu yang panjang dan warnanya coklat tua. Kesannya klasik. Seperti di film-film barat kuno. Pas ketika mata Tisa tertumbuk melihat Satya ada diwarung itu, Tisa terkejut. Teman Tisa seperti mengerti saja ia harus melakukan apa disaat-saat seperti ini, dia membiarkan Tisa dan Satya duduk berdua. Satya dan Tisa berhadapan. Sama seperti pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Banyak hal berkecamuk di dada mereka. Ada rasa kangen yang ga ketulungan, agak malu-malu, bingung mau ngomong apa, dan lain-lain.

***

Setelah hari itu, seperti dulu. Satya sering menemui Tisa sepulang sekolah. Tapi suatu hari, entah karena apa Satya dan Tisa berantem. Tidak jelas apa akar masalahnya. Mereka tiba-tiba saling acuh, sampai jarang bertemu lagi. Tapi karena Satya rasa itu bukan masalah besar, Satya memutuskan untuk bertemu Tisa. Setidaknya bagi Satya, hubungan mereka lebih penting daripada sekedar menuruti ego yang aneh.
Sayangnya, ketika tiba disekolah Satya tidak bertemu dengan Tisa.  Ah hampir lupa, sekolah Tisa tingkat empat, dan pagar luarnya memungkinkan orang untuk melihat ke dalam. Intinya seperti sekolah-sekolah di eropa. Dan kau tau hal yang lebih aneh? Di kota Tisa turun salju. Semua orang memakai baju musim dingin. Tentu saja Satya bingung, dalam ingatannya kota Tisa tidak seperti itu.
Satya yakin kalo ini bukan di Indonesia. Ini lebih mirip kota-kota dinegara-negara barat. Entah Inggris, Amerika, atau Perancis. Kotanya luar biasa, gedung-gedungnya dibangun indah, cat gedungnya terawat, mobil melaju sesuai peraturan lalu lintas. Tidak ada macet. Orang-orang bersliweran damai. Ini memang kota yang menjanjikan ketenangan. Setidaknya untuk saat ini.
Setelah hari dimana Satya tidak berhasil bertemu dengan Tisa disekolah. Kau tau, hari-hari berikutnya pun sama. Satya ke sekolah dan tidak bertemu Tisa. Ke sekolah lagi dan Satya hanya menatap kosong dari pintu pagar. Berharap Tisa keluar dari gedung sekolah dan melihatnya. Hal itu terus berlanjut sampai beberapa hari. Rasanya lebih dari seminggu. Sampai Satya tidak tahu kalau ternyata sekolah Tisa di liburkan. Karena hampir setiap malam ada badai salju. Setiap hari salju naik sekitar 10cm. tapi besok cair karena terkena sinar matahari, besoknya lagi, naik lagi. Begitu terus berulang-ulang. Yang pasti setiap malam badai salju semakin ganas. Entah kapan akan berhenti.
Meski hari libur pun Satya tetap ke sekolah, berharap bertemu Tisa. Satya merasa itu tindakan paling bodoh yang pernah ia lakukan. Padahal ia tahu sekolah sepi dan yang ada mungkin hanya penjaga sekolah. Tapi Satya tetap ke sana, pergi ke sekolah Tisa. Meski Satya tidak bisa bertemu Tisa, setidaknya Satya bisa melihat kenangan melihat Tisa dulu disekolah itu, begitu pikir Satya. Kau tau? Dicerita ini Satya mempunyai seorang pembantu yang setia. Tapi umurnya tidak lagi muda. Sudah lebih dari setengah abad. Dia selalu menemani Satya kemana saja. Termasuk sekarang. Dia menemani Satya menatap gedung sekolah dari pintu pagar. Pembantu setia itu terus melihat Satya prihatin. Sudah lama perkara ini berlanjut tanpa kepastian. Sampai suatu hari Satya bangun dari tidur, dan melihat wajahnya dicermin. Terlihat olehnya, tubuhnya menjadi lebih kurus, wajahnya tirus. Rambutnya gondrong tidak ter-urus. Kumis tipis pun sekarang menghiasi atas bibirnya. Meski tipis tapi cukup jelas. Hanya jenggot yang baru tumbuh sedikit.
Kau ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi pada Tisa? Tisa sakit parah. Demam karena cuaca yang ekstrim, membuat tubuhnya terdera penyakit. Suhu tubuhnya tinggi sekali. Keluarga Tisa pun sibuk mengurusi Tisa. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Tisa. Sudah beberapa dokter dipanggil untuk mengobati. Tapi dokter-dokter itu menyerah. Dokter-dokter itu tidak bisa mengobati Tisa. Mereka hanya memberikan dua pilihan, lepas alat bantu hidup Tisa atau membiarkan Tisa meninggal dengan sendirinya. Sungguh bukan pilihan yang menyenangkan. Apapun jawaban yang dipilih, hasilnya tidak baik.
Tisa hanya menjalani hari-harinya dengan terus berbaring ditempat tidur berseprai putih. Dengan infus terpasang ditangannya. Tisa tidur. Entah tidur dalam arti sesungguhnya atau koma. Sampai sekarang Satya tidak tahu kalau Tisa sakit. Tapi ada kabar yang entah baik, entah buruk, kini Satya sudah berhenti pergi ke sekolah. Tapi menjadi lebih buruk karena seharian Satya hanya duduk di sofa kamar dan tidak mau melakukan apa-apa. Menolak makan dan minum. Di dalam hatinya, Satya mengutuk diriku sendiri. Menyesal dan bersedih berkepanjangan atas apa yang sudah terjadi. Meski tidak menangis tapi sekitar mata Satya merah kehitaman. Kurang tidur. Ya, Satya memang tidak pernah bisa tidur baik dimalam hari ataupun disiang hari. Jika tidak sengaja tidur, tidurnya pun dengan posisi duduk.

***

Dan datanglah hari yang tenang. Salju berhenti turun. Bunga-bunga bermekaran. Banyak daun berguguran. Seperti gugurnya cheery blossom di musim semi. Matahari pun menyinari dengan hangat. Pagi ini suasana sungguh damai. Damai yang mengantarkan Tisa ke pembaringan terakhir. Ah, aku bisa menduga bahwa kau pasti sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Pemakaman digelar. Tidak lama kuburan Tisa sudah sempurna tertutup rapat. Selesai sudah. Doa-doa dipanjatkan. Bunga-bunga ditaburkan. Orang-orang berkumpul berkabung. Orang tua  Tisa menangis ditinggalkan oleh putri kesayangannya. Dan terjadilah saat itu, kejadian paling klimaks dari cerita ini. Satya menyibak kerumunan orang, menerobos banyak orang yang mendatangi pemakaman Tisa. Orang-orang terkejut atas kedatangan Satya. Setelah sampai dirumah terakhir Tisa. Satya mengeluarkan pistol dari saku jasnya agar tidak ada orang yang berusaha menghentikan atau mengganggunya. Setidaknya pistol itu peringatan bahwa ia tidak sedang bercanda.
Sebagian orang, terutama perempuan. Berteriak melihat Satya mengeluarkan pistol. Mungkin mereka berpikir Satya sudah gila dan ingin mencelekai mereka. Satya bersimpuh. Menatap sedih kekuburan Tisa. Ia menyentuh nisan Tisa seolah-olah menyentuh kepala manusia dan mengelus-ngelusnya. Semua orang yang melihat itu terdiam. Ya, saat itulah pertama kalinya Satya menangis dan tidak tahan lagi untuk tidak marah. Satya memaki kepada orang-orang yang datang kepemakaman Tisa.
“Kenapa tidak ada satupun diantara kalian yang memberi tahuku mengenai hal ini? Bahkan saat Tisa sakitpun tidak ada kabar secuil pun masuk ke telingaku!”
Orang-orang dipemakaman itu hanya bisa diam. Tidak satupun yang menjawab. Mereka hanya melihat Satya dengan tatapan bersimpati. Prihatin. Mereka tentu mengerti apa yang Satya rasakan.
“Baiklah, kalau tidak ada satupun dari kalian yang bicara dan memberikan penjelasan. Aku pun akan menyusul Tisa!”
Orang-orang terkejut ketika melihat Satya mengarahkan pistol yang ada ditangannya ke kepalanya sendiri. Mereka sontak berusaha hendak menghentikan Satya. Tapi pistol sudah sempurna terarah ke kening Satya. Dan
“Doorrr!!!”
Suara pistol mengalahkan suara kekhawatiran orang-orang. Semua orang bungkam. Suasana hening seketika. Semua mata terpana. Tidak percaya dengan apa yang barusan mereka saksikan. Dan bagi Satya semua menjadi gelap. Berakhir sudah.
Setelah kejadian itu, mungkin Satya akan terbang, pergi jauh ke kehidupan baru. Entah bersama Tisa atau tidak. Tidak ada yang tahu.


***


Nah, itulah mimpi yang sangat mendebarkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar