Cinta adalah kata yang sederhana. Tapi rasa yang ada
didalamnya sangat tidak sederhana.
Banyak sekali kisah mengenai cinta. Dan aku belajar banyak
dari kisah-kisah yang telah kulihat. Terkadang tulisan-tulisan dari setiap
orang yang telah melalui kisah cintanya sedikit banyak telah berhasil
mempengaruhiku. Mempengaruhi pikiran serta pemahamanku mengenai cinta.
Tapi aku sadar bahwa tidak semua kisah yang kulihat itu
sama seperti kisah yang kujalani. Karena itulah, aku akan berusaha memahami
sendiri arti cinta dalam kisah yang kujalani. Walau kisahku itu berubah menjadi
buruk sekalipun, aku tidak peduli. Karena memang, ujung dari setiap kisah
tidak pernah ada yang tahu, tidak bisa ditebak, selalu menyimpan rahasia dan
hikmahnya sendiri. Dan
Ketika ujung itu menemuiku, kisahku mungkin akan berakhir, tapi tidak demikian dengan cintaku.
Ketika ujung itu menemuiku, kisahku mungkin akan berakhir, tapi tidak demikian dengan cintaku.
PENDAHULUAN
Kisah ini mungkin biasa saja. Sama seperti ribuan
kisah cinta yang pernah kau baca sebelumnya. Bisa jadi kau tidak terlalu
tertarik mendengar ceritaku ini. Karena cerita yang akan kau dengar ini adalah pengalamanku
sendiri. Orang yang sama sepertimu. Sama bekerja setiap harinya, belajar di
sela-sela waktu, makan ketika lapar, minum ketika haus, juga tidur dimalam hari
dan lainnya yang tentu sama sepertimu. Tidak ada yang berbeda mengenai hal itu.
Tapi bukankah pengalaman kita tidak pernah sama? Meskipun kau berkata bahwa kau
juga mempunyai pengalaman yang sama sepertiku: tentang cinta. Tapi ceritamu dan
ceritaku tetap tidak sama bukan?
Percayalah, aku tidak menjanjikan bahwa ceritaku
akan menarik bagimu. Yang kuinginkan hanyalah bercerita. Tapi jika kau
melihatku sebagai pendongeng ulung atau seperti penulis cerita Cinderella yang berhasil menarik hatimu. Tetaplah bersamaku. Sampai cerita ini
selesai.
***
KEJUTAN
Tahun 1985, Februari, senin pertama dibulan ini.
Pagi-pagi sekali, aku tiba di salah satu kota
kecil. Dinegaraku sendiri. Sebuah negara berdaulat yang terletak di
lepas pantai barat laut benua Eropa. Udara dikota yang kukunjungi ini sangat
menyejukkan. Kau pernah pergi ke pegunungan dan menghirup udaranya dipagi
hari? Rasanya segar sekali bukan? Suasananya terasa ramah dan tenang.
Berbeda dengan suasana di Ibu Kota yang penuh suara
bising klakson pengendara mobil yang tidak sabaran dijalanan yang padat. Aku
membutuhkan ketenangan. Aku rindu suasana yang bebas menghirup udara segar.
Bagiku udara di Ibu Kota sudah tidak sehat. Sudah terlalu lama tercemar oleh
polusi.
Aku rindu menatap birunya langit yang cerah. Tidak
terus menerus menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi ke angkasa.
Seolah-olah berusaha mengalahkan ketinggian awan. Sungguh, hatiku sudah penat
dengan suasana di Ibu Kota.
Aku berdiri didepan stasiun kereta api yang berada
dipusat kota. Memperhatikan suasana kota sambil menunggu jemputanku datang.
Kota yang kukunjungi ini memang berbeda. Meski bukan kota besar. Tapi kota ini
juga memiliki gedung-gedung. Gedung yang tampak sederhana. Tidak tinggi juga
tidak pendek. Sejauh pengamatanku, kota ini memiliki gedung tertinggi hanya
lima lantai. Sisanya sekitar tiga atau empat. Jalan raya yang tidak terlalu
lebar di penuhi (meski tidak padat) oleh kendaraan-kendaraan penduduk setempat.
Pohon-pohon yg berukuran sedang tumbuh disepanjang pinggir jalan raya. Dan
menakjubkannya, pagi ini sudah banyak orang yang memulai aktivitas hariannya.
Tidak kalah dengan Ibu Kota. Dari anak kecil, laki-laki dewasa dan perempuan
muda. Entah hendak kemana tujuan mereka.
Saat ini adalah musim dingin. Dijalan raya sudah
dipenuhi orang-orang yang memulai beraktivitas dengan membaluti tubuh mereka
dengan pakaian musim dingin. Beberapa dari mereka ada yang menggunakan jaket
tebal berwarna coklat tua yang panjangnya selutut dan syal terlilit rapih
dileher mereka. Salju turun menggumpal-gumpal seperti kapas yang dengan
jahil dituang rutin setiap tahunnya oleh malaikat langit.
Lewat setengah jam, jalan raya tidak lagi banyak
dilalui mobil-mobil. Hanya satu dua yang terlihat melintas. Menurut pelayan
keluargaku yg menjemputku dari stasiun kereta tadi. Hari ini kota memang tidak
terlalu ramai. Beberapa hari yg lalu badai sempat menerpa Kota kecil ini. Badai
salju disertai angin yang kencang katanya. Sulit dipercaya, dihari yang
setenang ini ternyata terjadi badai beberapa hari yg lalu. Aku rasa sekarang
penduduk-penduduk setempat merasa lebih nyaman dan aman duduk disofa ruang
keluarga mereka sambil menoton televisi dan menyeruput secangkir kopi atau
coklat panas.
Akhirnya aku tiba ditempat tujuan, rumah keluarga
besarku. Rumah yang sekarang menjadi tempat bagi ku menginap ini adalah rumah
keluarga besarku. Jika kebetulan ada anggota keluargaku yang mengunjungi kota
ini mereka bebas menginap dirumah ini kapan saja. Rumah ini adalah
warisan dari kakekku yang meninggal tiga tahun yang lalu. Dulu, sebelum aku
bekerja di Ibu Kota, aku pernah menetap di kota ini selama dua setengah tahun
untuk bersekolah. Karena itulah, aku sudah tidak asing lagi dengan kota ini.
Tidak asing dan selalu aku rindukan. Ada kenangan manis bersama seseorang
dikota ini. Sampai sekarang pun masih berlanjut.
Setelah menaruh seluruh barang bawaanku, aku bilang
kepada pelayan keluargaku kalau aku hendak keluar rumah mencari makanan.
Padahal peyalan keluarga besarku sekaligus yang menjaga rumah keluargaku ini
sudah menyiapkan berbagai makanan untuk menyambut kedatanganku. Tapi aku
beralasan bahwa aku sudah kangen pada makanan yang dijual dikedai yang tidak
terlalu jauh dari rumah keluargaku ini. Bukan maksud ku hendak mengecewakan
pelayan keluargaku itu. Tapi aku punya sebuah rencana yang sudah kusiapkan
beberapa hari yang lalu sebelum kekota ini. Aku berjanji kalau aku akan
memakan masakan buatannya ketika pulang nanti.
Rencana sebenarnya kenapa aku buru-buru
sekali keluar rumah adalah karena ingin bertemu dengan seseorang itu. Seorang
perempuan yang sudah mencuri hatiku setahun yang lalu.
Ah, urusan inilah yang sering sekali membuatku
berubah menjadi seseorang yang tidak sabar.
Aku sudah tiba di kedai makanan langgananku dulu.
Kedai ini sangat sederhana. Pemilik kedai ini tidak menyewa ruko atau tempat
seperti toko sebagai lapaknya untuk berjualan. Pemilik kedai ini hanya
berjualan dengan gerobak dorongnya. Di lengkapi oleh beberapa bangku dan meja
panjang yang difasilitasi bagi pelanggan yang datang. Pemilik kedai ini sangat
ramah. Anggota keluargaku yang lain pun pelanggan kedai ini dan mereka juga
bilang demikian. Selalu betah berlama-lama dikedai ini. Selain pemiliknya
ramah, tempatnya pun nyaman dan bersih. Apalagi pelayanannya pun baik. Cita
rasa masakannya pun tidak kalah dari makanan-makanan yang dijual di restaurant
yang sudah terkenal. Banyak sekali keistimewaannya. Tapi bagiku kedai ini punya
daya tarik yang kuat, yaitu makanan yang dijual dikedai ini sangatlah
terjangkau. Tidak heran kalau sejak dulu kedai ini hampir tidak pernah sepi
pelanggan.
Setengah jam berlalu, seseorang yang kutunggu
akhirnya muncul juga. Tidak jauh dari kedai ini dia terlihat berjalan
bersebelahan bersama temannya yang juga perempuan. Mereka terlihat sedang
membicarakan sesuatu. Gadis itu, seseorang yang sangat ingin kutemui. Terlihat
selalu tersenyum manis sekali ketika mendengarkan temannya bicara. Dialah gadis
yang selalu membuatku menjadi pria yang selalu sok-romantis. Dulu, hampir
setiap malam aku habiskan waktu untuk mengenang wajahnya. Menulis banyak
kalimat-kalimat indah untuknya. Sampai-sampai aku pernah berjanji kepada diriku
sendiri. Kalau orang-orang membuat satu hari yang spesial untuk benar-benar
merealisasikan cinta kepada pasangannya dihari valentine. Aku akan membuat
setiap hari, disetiap waktu dihidupku kepadanya penuh dengan cinta.
Gadis itu mengenakan kerudung berwarna coklat tua
dan mantel tebal yang juga berwarna coklat tua. Dibalik mantel tebal itu
terlihat ia mengenakan kemeja berwarna krem. Kerudungnya panjang menutupi
sebagian tubuhnya. Jika ia mengangkat tangannya untuk membetulkan letak
kerudungnya, kerudung itu pun ikut terangkat karena panjangnya. Dan dibagian
bawah mengenakan setelan rok panjang berwarna hitam. Wajahnya putih bersih.
Kontras sekali dengan warna pakaiannya. Ia terlihat sangat bersahaja dan
sederhana.
Ialah Tisa nama gadis itu. Tapi siapa yang tahu
sudah berapa lama aku mencintainya? Siapa yang tahu aku masih mencintainya?
Bersedia menunggunya sepanjang hidupku. Bagiku sebuah cinta tidak harus di
umumkan kepada banyak orang. Bukankah bagi seseorang yg sedang dimabuk cinta,
seluruh manusia dibumi ini hanyalah penonton? Untuk apa mengumbar kisah cinta
jika kisah itu tidak bisa dijaga sampai berakhir bahagia. Paling tidak, hingga
berhasil menikah. Tentu penonton akan kecewa bukan?
Aku tidak mau membuang waktu. Aku tidak sabar ingin
melihat wajah terkejut Tisa saat melihatku. Kau tahu, dulu pun aku sering
merencanakan kejutan-kejutan kecil seperti ini. Menghadangnya dijalan menuju
kerumahnya ketika ia hendak pulang dan memberikan sebuah wadah makanan kecil berisi
agar-agar rasa coklat buatanku. Inilah kejutannya. Siapa yang menyangka bahwa
aku bisa memasak agar-agar? Pelayan dirumah keluarga besarku itu pun tidak
tahu. Awalnya Tisa pun juga tidak tahu. Atau diam-diam memperhatikannya sambil
tanganku cekatan melukis sketsa wajahnya dikertas. Keesokan harinya tisa
terkejut ketika kuberikan hasil karyaku itu.
Aku berlari-lari kecil mengejar Tisa. Berusaha
mengekor dibelakangnya. Tapi aku menjaga jarak, tidak terlalu dekat. Agar Tisa
tidak menyadari kehadiranku. Saat Tisa berbelok memasuki sebuah jalan kecil
seperti gang. Aku tidak ikut bersamanya. Aku memutar arah memasuki jalan kecil
yang lain. Jalan kecil yang menuju ke sebuah kedai makanan. Aku yakin kalau
Tisa dan temannya hendak ke kedai itu. Kedai itu sering disebut oleh Tisa
seperti kantin. Karena tempatnya memang seperti kantin sekolah. Dulu pun aku
sering ke kedai itu bersama temanku yang sekarang berada diluar kota. Jadi,
jalan kecil untuk menuju ke kedai itu ada dua. Pertama yang dilewati Tisa.
Kedua yang dilewati olehku. Jalannya memang sedikit lebih jauh. Memutar
setengah jalan lebih jauh dibandingkan jika melewati jalan yang dilewati
olehTisa. Tapi itu bukan masalah besar bukan? Demi sebuah kejutan kecil, hal
itu tidak berarti apa-apa bagiku. Tidak mau keduluan Tisa. Aku mempercepat
langkah kakiku.
Sesuai harapanku. Saat aku tiba dikedai itu Tisa
belum datang. Nafasku masih tersengal-sengal. Aku memesan segelas teh hangat
kepada pelayan dikedai itu dan memilih tempat duduk yang berhadapan dengan pintu
masuk kedai ini. Aku ingin ketika Tisa tiba dan membuka pintu, ia langsung
melihatku.
Sejenak aku memperhatikan kedai ini. Tidak ada yang
berubah. Masih seperti dulu. Seperti kebanyakan kedai-kedai lain dikota ini.
Kedai ini menyuguhkan nuansa klasik. Ruangan keseluruhan kedai ini berbentuk
persegi panjang. Dengan kasir yang merangkap juga sebagai tempat pemesanan
makanan berada disebelah kanan. Berbeda dengan Tisa yang menyebut kedai ini
seperti kantin. Bagiku tempat ini lebih mirip bar. Bagi orang yang baru pertama
kali ke kedai ini, aku yakin ia juga akan merasa seperti itu. Tapi sesungguhnya
kedai ini tidak menjual bir atau minuman sejenisnya. Kedai ini menjual
macam-macam teh yang di dapat dari berbagai negara didunia. Tidak pernah kau
bayangkan bukan? Dikota kecil seperti ini terdapat tempat yg menjual teh dengan
jenis yang bermacam-macam. Selain teh kedai ini juga menyediakan makanan khas
kota ini. Yang unik dari kedai ini adalah disetiap sudut dari kedai ini dibuat
dari kayu-kayu tua yang berwarna gelap. Lantainya adalah lantai kayu.
Dibeberapa bagian dari kedai ini kadang berdenyit jika di injak. Dinding juga
dinding kayu. Langit-langitnya pun demikian. Bagiku hal itulah yang menciptakan
kesan klasik dikedai ini. Ah hampir lupa, keseluruhan meja dan kursinya juga
dari kayu. Sebagai pendingin ruangan, kedai ini hanya memliki beberapa kipas
angin berukuran besar. Tapi kali ini kipas-kipas itu sedang mengalami masa
cutinya. Tidak ada yang menginginkannya bekerja dimusim dingin seperti ini.
“Klek” suara pintu dibuka. Tisa dan temannya tiba.
Tapi Tisa tidak langsung masuk. Langkahnya terhenti. Dia melihatku. Sesuai
dengan dugaanku, Tisa terkejut melihatku. Aku tersenyum hangat kepadanya. Waktu
terasa berjalan lambat sekali. Seperti di slow motion. Seolah-olah memang
disengaja agar aku bisa menikmati moment ini lebih lama lagi. Tisa berjalan ke
arahku dengan perlahan. Aku yakin Tisa sudah berhasil kubuat terkejut. Bahkan
jika aku boleh menebak, disetiap langkahnya ketika menghampiriku, detak
jantungnya pasti berdegub lebih cepat dari biasanya. Aku yakin itu.
***
Aku duduk berhadapan dengan Tisa. Saling menatap.
Belum ada yang bicara diantara kami. Bukan seperti orang yang sedang
bertengkar. Aku hanya sedang berusaha menyampaikan kerinduanku padanya, tanpa
berkata tentunya.
Berbulan-bulan tidak bertemu. Tentu saat ini adalah
moment yang berharga bagiku. Ah rindu sekali aku kepadanya. Teman tisa
seperti mengerti saja apa yang harus dilakukannya disaat seperti ini. Dia
meninggalkanku dan Tisa duduk berdua. Beruntungnya teman Tisa tidak sengaja
bertemu dengan kenalannya dikedai ini. Jadilah mereka mengobrol berdua agak
jauh dari tempatku dan Tisa duduk. Tidak mau mengganggu mungkin.
“Kenapa kamu tidak mengabariku kalau mau datang
Satya?” Tisa memulai pembicaraan. Aku tidak langsung menjawab. Diam,
memperhatikannya sebentar. Mencoba menyusun kata-kata. “Sekarang aku sudah
tidak seahli dulu dalam merangkai kata.” Tisa menatapku tidak paham. “Entah
karena apa? Seingatku, dulu dengan mudah aku menuliskan apa aku rasa dan
dapat merangkainya menjadi kata-kata yang indah.”
Tisa terlihat tidak mengerti dengan apa yang
kubicarakan.
“Tapi aku merasa, mungkin karena sekarang aku lebih
berfokus pada merealisasikannya, daripada sekedar berkhayal tentang cinta. Oh
cinta, kata yang indah sekali bukan? Bermakna lembut dan menenangkan ketika
didengar.”
Aku diam sejenak, mencoba melihat pengaruh dari
ucapanku bagi Tisa. Kemudian melanjutkan lagi.
“Karena itulah, aku melakukan ini semua, untuk
wanita yang aku ingin tetap tinggal bersamanya selamanya.”
Saat mendengar itu wajah Tisa langsung bersemu
merah. “Karena bagiku, melakukan hal yang mengejutkan akan lebih lama dikenang.
Bukankah sekarang aku sudah berhasil membuatmu terkejut Tisa?.”
Kalimat terakhirku membuat sebuah senyuman manis
tersungging di bibir Tisa. Kemudian dia mengangguk.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar