Senin, 21 Mei 2012

6 Pertanyaan “Imam Ghazali”

Bismillahhirrohmannirrohim !
Assalammu’alaikum wr. wb.
Renungan kita bersama :
1. Apa yang paling dekat dengan kita di dunia ?
2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia ?
3. Apa yang paling besar di dunia ?.
4. Apa yang paling berat di dunia ?
5. Apa yang paling ringan di dunia ?
6. Apa yang paling tajam di dunia ?
” Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya.  Lalu Imam  Ghozali bertanya…
1.  “Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?”   Murid-muridnya menjawab”Orang tua, guru, kawan dan sahabatnya.  Imam Ghozali menjelaskan “Semua jawaban itu benar…tapi yang   paling dekat dengan kita  adalah  “MATI.” Sebab itu memang janji Allah SWT bahwa setiap yang  bernyawa  pasti akan mati (Ali Imran 185).
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ke
2.  “Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini ?” Murid-muridnya menjawab “Negara China, Bulan, Matahari dan bintang-bintang” Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar.  Tapiyang  paling benar adalah  “MASA LALU”. Walau dengan cara apapun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama
3.  “Apa yang paling besar di dunia ini ?” Murid-muridnya menjawab “Gunung, Bumi, Matahari.” Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar. Tapi yang paling benar adalah  “NAFSU”  (Al A’raf 179). Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa kita ke neraka.
4.  “Apa yang paling berat di dunia ini ?” Murid-muridnya menjawab “besi, gajah” Semua jawaban itu benar.  Tapi yang paling berat adalah  “MEMEGANG AMANAH”  (Al Ahzab:72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah tsb,  sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena tidak dapat memegang amanahnya.
5.  “Apa yang paling ringan di dunia ?” Ada yang menjawab “kapas, angin, debu dan daun-daunan.” Semua itu benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan sholat.  Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan  sholat, gara-gara bermusyawarah kita meninggalkan sholat.
6.  “Apakah yang paling tajam di dunia ?” Murid-muridnya menjawab serentak “pedang. Imam Ghozali membenarkan, tapi yang paling tajam adalah “Lidah Manusia.” Karena melalui lidahnya, manusia selalu melukai dan menyakiti  hati  saudaranya sendiri.
Semoga bisa mengingatkan kita. 
Wassalamu'alaikum wr. wb.

Minggu, 20 Mei 2012

I'M BEAUTIFUL, JUST THE WAY I'M



"Tanganmu kasar banget, Tis" Kata Lia mencibir.
Tisa tertawa. "Mungkin aku punya bakat mukulin orang kali yaa?"
         Tisa sudah biasa menghadapi ejekan semacam itu. Artinya bukan hanya sekali atau dua kali ia mendapat ejekan seperti itu. Tisa biasanya tertawa lepas, seolah tanpa beban. Padahal kadang diam-diam ia merasa sedih. Beberapa temannya sering mengejeknya punya tangan kuli atau pekerja kasar.
         Tisa membolak-balikkan majalah yang dibacanya, pikirannya jadi agak ruwet setelah Lia mengejeknya tadi. Diam-diam pikirannya menerawang, mengingat masa kecilnya, sekitar enam tahun yang lalu.

***

"Tis, jangan lupa nanti bak mandi dipenuhi air, Ibu berangkat mengajar les sempoa dulu"
"Tisa mengangguk, seakan ingin mengatakan-aku sudah hafal kata-kata itu"
         Tisa kecil adalah gadis cantik, putih, kurus, dan mempunyai tinggi badan yang semampai. Tisa dikenal sebagai anak pintar di bidang akademis. Pengetahuan agamanya juga lebih mendalam dibanding teman-teman seusianya. Hidupnya mulai agak berubah setelah Ayahnya memutuskan untuk berhenti bekerja pada salah satu perusahaan temannya. Alasannya? Tisa tak begitu mengerti. Yang ia tau, Ayahnya mulai merintis bisnis baru. Bisnis susu sapi segar. Yang sangat terpatri dalam ingatan Tisa, ketika ia minta binder (semacam notes yang isinya sering buat tuker-tukeran). Tisa harus bekerja keras terlebih dahulu, membantu Ayahnya mengantarkan susu sapi segar pada pelanggan.
          Beberapa bulan kemudian harga-harga kebutuhan rumah tangga semakin naik. Ibu Tisa ikut pontang-panting mencari nafkah yang sebenarnya bukan kewajibannya. Mengajar TK, les sempoa, dan seabrek pekerjaan dilakoninya.
          Tak lama kemudian, mungkin sekitar satu bulan setelah Ibu Tisa bekerja, air PAM di kompleks perumahan yang di tempati Tisa dan keluarganya macet, pipanya rusak. Hanya itu yang diketahui Tisa. Sejak saat itu, setiap sore, Tisa harus bekerja keras mengangkut air dari keran depan rumahnya seperti tetangga-tetangganya. Dengan tangan kecilnya, Tisa berhasil memenuhi bak mandi dirumahnya. Kadang adik Tisa turut membantu Tisa mengangkut air. Ketika sore hari melihat teman-temannya bermain, hati Tisa sedih. Tisa tak bisa menikmati masa kecilnya dengan sempurna. Tisa pun tumbuh sebagai anak yang 'dipaksa' keadaan untuk lebih bisa lebih cepat berpikir dewasa.
         Tisa mulai berpikir, bagaimana cara membantu kedua orang tuanya. Akhirnya setiap hari Tisa mengerjakan berbagai pekerjaan rumah, menyapu, mencabuti ruput 'nakal' dihalaman rumahnya, membersihkan kaca jendela, mengepel, mencuci piring, dan beberapa pekerjaan rumah lainnya yang bisa ia lakukan. Lama-kelamaan Tisa menyadari perubahan pada fisiknya, ia merasa tangannya lebih kasar, dan kulitnya berubah menjadi lebih gelap.

***

"Tis, woy..bengong aja dari tadi" Alifa menyadarkannya dari lamunan tentang masa kecilnya.
Tisa agak geragapan. "Yee..sapa yang bengong?"
"Kamu, barusan mikirin sapa hayoo?" Alifa usil meledeknya.
"Apaan sih Lif?" Tisa tak mengerti.
"Yaudah, tuh kamu udah ditunggu sama Pak Sugi, katanya mau minta tanda tangan buat laporan PKL?" Alifa mengingatkan Tisa.
"Oh..astagfirullah" Tisa menepuk jidatnya. "Aku lupa!"

***

"Tis, besok kita main ke kalibiru yuk, mau gaa?? Alifa mengunyah batagornya.
"Kapan?" Tanya Tisa datar.
"Besok minggu, mau gaa?" Temen-temen banyak yang ikut lho. "Alifa mulai promosi.
"Naik apa kesana? kalibiru kan jauh" Tisa sibuk memainkan hapenya.
"Belum tau, tapi kayaknya pada mau naik motor deh"
"Hmm...maaf Lif, aku gaa bisa ikut"
"Kenapa?" Alifa menatap Tisa dengan tatapan menyelidik.
"Ngg.. ada komunitas pelajar KP, kebetulan tempatnya disekolah kita" Tisa bernafas lega. Ia berhasil menemukan alasan yang lumayan 'pas'.
"Yaa sudahlah kalo gitu" Alifa pasrah, dan kembali menekuni batagornya.
Tisa melirik Alifa dan berkata dalam hati "Hmm..maaf Lif, kalo aku punya motor, mungkin aku ikut, tapi..." Batinnya berkecamuk. Getaran ponsel membuatnya berhenti memikirkan masalah 'motor' itu sejenak.
Sender : Satya
Message : Assalamu'alaikum Ukhti :-)
                Kamu baik-baik aja kan hari ini ?
          Tiasa mengernyitkan dahinya. Satya? kok dia nanya itu? Perlu diketahui, Satya adalah kakak kelas Tisa yang akhir-akhir ini jadi tempat penampungan curhat Tisa. Sekaligus pemasok ager ke perut Tisa. Lho?
                Wa'alaikumsalam Akhi :-)
                I'm okay Sat, how are you today? :-)
          Memperoleh sms dari Satya sesaat membuatnya lupa pada kepelikan hidupnya. Layar hape tisa berkedip. Ada sms dari Satya.
Sender : Satya
Message : Yakin?
          Tisa menimbang-nimbang. Jujur, enggak, jujur, enggak. Hmm..enggak aja deh. Kasian, Satya baru pulang ujian. Capek.
                I'm sure :-)
                emang kenapa Sat?
          Trrrtt...ponsel Tisa bergetar.
Sender : Satya
Message : Semalem aku mimpiin kamu lho :-P
                Ceritanya aku main ke rumahmu, tapi dirumahmu banyak temenmu. Terus abis temenmu pulang, ada keluargamu dateng. Bulek, bude, keponakan. Jadi kayak lagi ada acara keluarga :-)

          Tisa tersenyum simpul dan mulai mengetik sms balasan.
               Terus kenapa? :-P
               Itu lagi lebarang mungkin :-)
Tak lama kemudian hape Tisa berkedip.
Sender : Satya
Message : Haha :D
                Tapi ada satu hal yang bikin aku kaget tentang kamu dimimpiku :-)
Tisa menyangga dagunya dengan tangan, sambil mengetik.
"Hmm? Apa sat? :-)
Beberapa kemudian ada sms masuk lagi.
Sender : Satya
Message : Kamu keliatan anggun bangeeeet :-P
Tisa tertawa.
              Masa?
              Anak gunung maksdunya? :D
Sesaat kemudian hape Tisa bergetar.
Sender : Satya
Message : Ngga kok, serius kamu anggun banget :-)
                Aku aja sampe diem merhatiin kamu terus waktu dimimpi :-)


***
Ayo Tis, batagorku udah habis" Alifa menarik tangan Tisa.
Tisa berjalan mengikuti langkah Alifa. Tapi dalam hatinya Tisa tertawa miris memikirkan sms Satya. Anggun? Heloo? Sejak kapan?
"Lif, menurutmu, aku cantik gaa?" Tisa iseng bertanya pada Alifa.
"Hmm?" Alifa mengernyitkan dahi, sesaat kemudian ia tertawa. "Ngapain kamu tanya kayak gitu? Tumben"
"Gapapa sih, iseng aja. Emang kenapa?"
"Kata kakakku, kamu itu manis. Tapi sebenernya kamu gaa usah ngurus soal cantik apa ngganya diri kamu" Alifa berhenti sejenak. "Kamu tuh pinter, kamu punya orang tua yang baik, punya banyak temen, punya fisik yang sehat dan lengkap. dalam beberapa hal, kamu lebih beruntung dari aku Tis"
Tisa diam, tak tahu harus berkata apa.
"So, bersyukur aja dengan semua yang udah kamu miliki" Alifa tersenyum dan menepuk bahu Tisa. "Kamu cantik kok Tis, kalo juteknya dikurangin."
"Lho? Maksudnya apa nih?" Tisa dan Alifa tertawa.
           Dalam hati Tisa membenarkan kata-kata Alifa. Yeah, I'm beatuful just the way i'm. Selama ini Tisa terlalu pusing soal tangan kasar, gaa punya motor dan hal-hal yang kurang penting lainnya. Tisa harusnya bersyukur. Ia punya orang tua yang baik, punya fisik yang sehat dan lengkap, punya prestasi yang membanggakan, punya banyak sahabat yang mencintainya, punya reputasi baik disekolah, dan tak ternilai nikmat Allah yang ditujukan kepadanya. Harusnya Tisa banyak bersyukur.  Astagfirullah, Tisa menundukkan kepalanya. Sebuah doa terukir di lubuk hatinya yang paling dalam. Tisa ingin menjadi hamba yang bersyukur. Karena Tisa tidak mau hidupnya sia-sia.

"Ya Allah, jauhkanlah hamba ini dari hidup yang sia-sia"


Saturday, 23-3-2012
07.49



Oleh : Tisa Hanifa


Selasa, 15 Mei 2012

 PUTRI TISA

"Putri, smsnya pending yaa?" Smsku pada Tisa.
"Iya nih pangeran, emang kamu sms apa?" Balas Tisa.
          Aku harus balas gimana nih, harus ada sesuatu yang menyenangkan untuk memulai pembicaraan.
"Aku sms,
 Princes, you know what, that i love you so much"
          Ku balas sms Tisa sambil senyum-senyum membayangkan tanggapannya.
"Drrrtt" Hapeku bergetar. Cepat juga sms balasannya.
"Asik,
 Don't you know Prince, that i love you too :-P" Balas Tisa.
          Asiik!!! Hatiku bersorak. Kalau dipikir-pikir, lama-lama Tisa jadi jago gombal.

***

"Putri, itu ada cimol, mau gaa?" Tanyaku pada Tisa sambil menunjuk pedagang cimol.
"Boleh, emang kamu mau beliin?" tanya Tisa sambil tersenyum jahil.
"Iya aku beliin, tenang aja Putri" Jawabku sambil tersenyum.
          Aku dan Tisa duduk sambil makan cimol didekat taman alun-alun yang dikhususkan untuk anak kecil. Taman itu memiliki sebuah perosotan, sebuah jungkat-jungkit dan lain-lain yang semuanya serba sebuah, aku tidak terlalu hafal apa namanya.
          Aku Berpikir bagaimana caranya menyampaikan suatu hal yang sejak semalam mengganggu pikiranku. Menyebabkan aku tidak bisa tidur dengan tenang.
          Pandanganku sedikit menerawang ke arah pepohonan disekitar alun-alun. Aku tahu sejak tadi Tisa memperhatikanku. Tapi aku memilih untuk pura-pura tidak tahu.
"Pangeran, semalem aku mimpiin kamu lho" Kata Tisa mengagetkanku.
"Serius? gimana mimpinya Putri?" Tanyaku.
"Ada pameran barang antik di alun-alun, terus kamu ikut mamerin barang-barang antikmu. Ada cangkir, ceret, sama piring gedeee banget" Kata Tisa bersemangat.
"Terus aku dateng ke standmu. Eh pas liat piring antikmu, malah gaa sengaja tak pecahin. Terus aku takut kamu marah. Akhirnya aku pulang sambil nangis, eh malah kamu kejar. Terus kamu bilang kalo kamu gaa marah. Aneh yaa mimpinya? :-P" Kata Tisa melanjutkan.
"Hehe iya, lucu juga tapi :-)" Kataku sambil tersenyum melihatnya.
"Hehe iya, kayak sinetron tau gaa, bangun-bangun aku ngos-ngosan gara-gara kejar-kejaran dimimpi sama kamu" Kata Tisa sambil tertawa. 
          Aku hanya tersenyum melihatnya. Dia terlihat manis hari ini. Tidak, aku salah. Aku memang melihatnya sebagai sosok yang manis setiap hari.

 ***
"Tisa" Panggilku.
"Yaa" Jawabnya sambil tersenyum kepadaku.
          Aku mengambil nafas dan mengehelanya panjang.
"Aku mau ke Jakarta minggu-minggu ini" Jelasku.
"Emangnya ada apa?" Tanyanya dengan cepat.
"Ibuku sakit. Aku merasa harus kesana. Mungkin aku akan lama" Jawabku.
"Oh gitu" Tisa diam. Lalu melanjutkan lagi.
"Em aku bingung mau ngomong apa :-)"
"Em jujur Putri, aku masih mau disini. Kalau saja aku masih sekolah, aku gaa akan gaa enak kalo tiap hari ke sekolah. Mungkin kita bisa habisin waktu kita tiap hari samapai jam tiga :-)" Kataku sambil berusaha tetap tersenyum.
"Hehe, dan gaa peduli apa yang orang bilang tentang kita" Kata Tisa memperlihatkan senyumannya.

***

          Sore ini cuaca terasa panas sekali. Cuaca yang benar-benar menjengkelkan. Sudah dua plastik berisi es teh kampu(1) aku minum. Tapi tak apalah, setidaknya masih tetap ada angin yang berhembus melerai suasana hatiku pada cuaca.
          Aku dan Tisa berjalan beriringan tanpa suara. Sejak pembicaraan tadi belum ada yang bicara diantara kami. Aku melihat ke arahnya. Dia terlihat lelah juga.
"Putri, duduk disebelah sana aja yuk" Ajakku sambil menunjuk bangku dibawah pohon yang terlihat sejuk.
"Iya" Jawab Tisa singkat.
"Putri, aku semalem juga mimpiin kamu lho" Kataku kepada Tisa.
"Serius? emang gimana mimpinya?" Tanya Tisa sambil menatapku.
"Tapi agak aneh, gapapa?" Tanyaku.
"Gapapa" Jawab Tisa.
"Aku mimpi berada disuatu tempat yang sangat gelap. Tak ada siapapun disana. Bahkan yang kulihat hanya pekat. Lebih pekat dari malam gulita sekalipun" Jelasku. Aku menatap Tisa sejenak, lalu melanjutkan lagi ceritaku.
"Sampai akhirnya aku melihat ada sosok yang membelakangiku. Tapi tidak terlihat dengan jelas. Hanya seperti bayangan. Saat sosok itu berbalik perlahan, dan akhirnya aku tahu kalau dia adalah kamu. Lalu kamu melambaikan tangan kepadaku seperti orang yang ingin berpisah. Lalu semakin lama kamu semakin menjauh. Tidak peduli seberapa cepat aku berlari, aku tak berhasil mengejarmu. Tidak peduli seberapa keras aku memanggil, kamu tak pernah kembali. Hingga akhirnya hanya bayangan yang benar-benar meninggalkanku." Jelasku mengakhiri cerita tentang mimpiku.
         Tisa hanya memandangku beberapa saat. Kemudian dia tertawa.
"Haha. Aneh banget sih pangeran, kok mimpinya bisa gitu" Tanya Tisa sambil tertawa.
"Yaa aku gaa tau, namanya juga mimpi" jawabku.
"Hehe, yaudah. Pangeran mau minum es teh kampu lagi gaa? Aku mau beli nih" Tanya Tisa sambil tersenyum.
"Lagi? gaa deh, aku udah gaa haus kok" jawabku.
"Yaudah kalo gitu. Tunggu sebentar yaa" Tisa berjalan cepat ke warung dipojok taman.
         Sore ini banyak daun berguguran. Jatuh satu persatu seakan-akan mewakili hari-hariku yang tidak terlalu lama lagi untuk bisa tinggal di Jogja. Aku hanya tinggal menunggu hingga daun terakhir benar-benar gugur, menandai batas waktuku tinggal dikota ini. Kota dengan sejuta kenangan yang terangkai indah dan sudah terpatri disanubariku.

***

"Pangeran, pulang yuk, kayaknya sebentar lagi hujan deh, tuh liat awannya mendung gitu" Kata Tisa menjelaskan.
"Em iya deh" Jawabku sambil memperhatikan langit.
         Kami berbincang-bincang dengan asik sepanjang perjalanan pulang. Suasana hati yang tadi sempat mengganggu perasaanku tal lagi aku rasakan.
My Dearest Love
Aku tak bisa tidur malam ini
Kau tak hadir dimimpiku
Kau selalu hadir dalam pikiranku
Dan tak cukup siang tadi aku memikirkanmu
Ada yang mengganggu rasaku tapi aku tak peduli apa itu
Aku merasa kasihku tak berkurang
Malah semakin bertambah
Malam ini aku benar-benar yakin
Bahwa aku sungguh menyayangimu
Dan aku berjanji kepada diriku sendiri 
Untuk membahagiakanmu sekuat tenagaku
Aku sadar yang kita alami adalah nyata
Bukan mimpi
Aku bahagia dapat bersamamu
Apapun yang terjadi nanti
Sejauh apapun aku pergi
Aku tak ingin kau khawatir
Insha Allah hatiku akan selalu bersamamu
Selamanya dan selalu
Satya
           Aku teringat kata-kata yang kutulis tadi malam untuk Tisa. Di secarik kertas kecil yang tanpa sepengetahuannya ketika dia membeli es teh kampu aku selipkan ke dalam ranselnya yang ditaruhnya disebelahku. Aku berharap ia membacanya setiba dirumah nanti.

***

"Pangeran, liat deh" Kata Tisa.
"Liat apa?" Tanyaku.
"Itu!" Tunjuk Tisa ke arah salah satu poster yang ditempel didinding dekat palang kereta api. Lalu aku baca tulisan di poster itu.
"HIJAB -- For those who think girls without HIJAB are hot. I guess you fail to realise girls with hijab are beautiful. That's why hell is hot and paradise is beautiful."
"Gimana? keren kan tulisannya?? Tanya Tisa sambil tersenyum.
"Iya keren" Jawabku membalas senyumnya.
            Tisa masih terus memperhatikan tulisan diposter itu. Sepertinya dia ingin tahu siapa yang membuat posternya.
"Pangeran" Kata Tisa tiba-tiba sambil tetap memperhatikan poster itu.
"Yaa" jawabku.
Tiba-tiba Tisa berbalik dan mengatakan,
"Kalo nanti Pangeran beneran ke Jakarta, jangan lama-lama yaa. Kalo lama-lama nanti kamu lupa sama aku" Kata Tisa sambil memandangku.
"Ngga kok Putri, lagian..." Aku tidak melanjutkan kata-kataku,
"Lagian apa?" Tanya Tisa menyelidik.
"I will always love you however you thousand miles away from here, jadi mana mungkin aku lupa sama kamu" Jawabku sambil tersenyum jahil.
"Masa?" Tanya Tisa sambil tertawa.

***

         Aku dan Tisa masih bercanda dan tertawa sepanjang jalan pulang. Lalu kami berjalan menyeberangi rel kereta api. Tiba-tiba angin berhembus cukup kencang dari arah barat. Tiba-tiba penjaga palang kereta api membunyikan alarm yang menandakan akan ada kereta api yang lewat. Dengan cepat palang kerata apinya pun turun begitu saja. Pengendara mobil dan motor yang ada langsung mempercepat laju kendaraan mereka. Aku dan Tisa pun ikut berlari.
         Kulihat dari arah sebelah kiriku kereta sudah terlihat dengan laju yang sangat kencang. Suara klaksonnya mengaung-ngaung dengan keras. Aku dengan cepat berusaha berlari ke tempat yang aman. Tapi tidak dengan tisa. Tisa tertinggal dibelakang, ia tersangdung dan terjatuh. Kulihat ada darah mengalir dari kakinya.
         Semua orang yang ada disana panik. Palang kereta pun sudah menghalang sempurna kendaraan dan pejalan kaki yang mau menyeberang. Sontak aku berlari ke arah Tisa yang terjatuh ditengah rel. Tisa memandangku dengan sendu. Wajahnya seakan berkata, "Tolong aku Pangeran..."
         Belum sempat aku melangkahkan kaki. Hal itu pun terjadi.
"PLAAARRRRR!!!"
         Semua mata terpana. Kejadian itu berlangsung cepat sekali.
"Tisa tertabrak!" Bisik suara dikepalaku.

***

         Tisa terseret beberapa meter dan masuk kedalam kolong kereta. Sampai akhirnya keretapun berhenti. Lalu orang-orang dengan cepat berdatangan dan mencoba membantu mengeluarkan tubuh Tisa. Tapi tiba-tiba keretanya bergerak. Semua orang dengan cepat mundur menjauh. Dan tubuh Tisa yang masih di dalam terlindas.
"Krrrkk!!" Terdengar suara tulang yang remuk.
         Betapa hancur hatiku. Melihat Tisa tidak berdaya disana dan tidak dapat melakukan apa-apa. Aku melihat dengan dengan perasaan marah. sedih, terkejut, tidak percaya. Perasaan yang kurasa jika terjadi sekali lagi, bisa membunuhku, membunuh jiwaku pelahan-lahan.
         Aku berlari ke arah kereta itu dan mendorong-dorong kereta itu ke arah samping. Seolah-olah aku merasa kalau aku cukup kuat untuk menjatuhkan kereta itu. Aku mendorongnya sekuat tenaga dengan perasaan marah yang luar biasa. Gigiku gemeretak. Tapi tak menghasilkan sedikitpun goncangan pada kereta itu. Aku bersimpuh. Aku memukuk-mukul kereta itu seperti anak kecil.
          Tisa sudah terlindas. Tubuh lunak yang terlindas besi baja. Tak sanggup mataku memandangnya. Lemas tubuhku seketika. Aku telah melihat kehancuran hidupku. Kusadari bahwa aku telah kehilangan sesuatu yang berarti didalam hidupku.
          Pilu hatiku. Sakitnya tak terperi. Perih sekali seperti tersayat pisau. Aku hanya termangu memandang orang-orang berlarian yang panik atas kejadian itu. Segalanya berjalan sangat cepat kurasa.
          
***

          Tisa dibawa kerumah sakit oleh ambulan. Dan akhirnya air matak ku pun luruh juga. Aku menangis. Sakit sekali rasanya. Dengan perasaan tidak menentu, ditengah kepanikan orang-orang aku melihat sosok yang aku kenali sebagai Ayahku, ya dia Ayahku, aku tidak salah.
          Sudah dua hari Ayahku berada di Jogja untuk sekedar mengunjungi ku. Tak lama akhirnya di melontarkan pertanyaan kepadaku. Sontak aku seperti tersadar dari shock. Aku seperti orang gila. Dengan panik aki menjelaskan apa yang baru saja aku alami. Dengan nada panik pula aku bertanya,
"Bgaimana keadaan Tisa nanti? Bagaimana?!!"
          Ayahku hanya memandangku dengan prihatin dan sedih. Padahal aku sendiri mengetahui jawaban dari pertanyaan ku itu. Tisa tidak mungkin selamat!

***

"Jadi, gadis yang tertabrak tadi itu gadis yang pernah kamu ceritain ke Ayah? Tanya ayahku.
         Aku tidak mendengarkannya. Bahkan aku tidak memperdulikan pertanyaan Ayahku. Pikiranku hanya terfokus pada Tisa.
         Tubuhku seperti handphone tanpa baterai, tidak berfungsi sama sekali. Ayahku mencoba mengguncang-guncang tubuhku untuk menyadarkanku.
         Lalu pandangan Ayahku tertuju pada sesuatu yang terlihat seperti seonggok daging tidak jauh dibelakangku. Kemudian Ayahku menghampiri dan memungutnya. Dengan gugup Ayahku mengatakan,
"De, in adalah hati manusia, ini punya..." Ayahku tidak melanjutkan kata-katanya.
        Dengan cepat banyak orang berlarian dan mengerumuni Ayahku dan aku. Ingin tahu apa yang dipungut Ayahku tadi. Nyaris saja aku pingsan melihat hati itu. Hati yang telah tersayat-sayat dan tinggal seberapa bagian.
        Sungguh aku merasa kehancuran telah benar-benar didepan mataku. Duniaku pun tak sanggup berjalan dengan baik. Hujan pun mulai turun. Setitik demi setitik hingga akhirnya menjadi sangat deras. Seakan hujan mewakili tangisan hatiku saat ini. Harapanku, mimpiku, hilang sudah. Musnah bersama lindasan kereta tadi.

***

        Aku dibawa pulang oleh ayahku. Tubuhku basah kuyub. Kata Ayahku, Ibuku akan datang kesini dari Jakarta. Dengan sedikit semangat hidup yang tertinggal, aku melangkahkan kakiku seperti orang lumpuh. Seperti bayi yang baru saja belajar berjalan. Gontai dan lemas sekali.
        Sesampainya dirumah, aku membayangkan bagaimana keadaan Tisa sekarang. Mungkinkah saat-saat keceriaan itu kembali lagi? saat-saat indah itu?
        Pikiran itu sangat menghantuiku dan membuatku seperti kehilangan akal sehat.
        Hatiku menjerit. Belum bisa menerima kejadian itu. Akan takdir yang ditetapkan kepadaku tiba-tiba. Aku kembali terisak. Kuluapkan apa yang kurasa. Aku histeris untuk waktu yang cukup lama hingga akhirnya aku lelah.
        Tubuhku memang lelah, tapi hatiku belum. Aku sungguh tak terkendali. Remuk hati dan seluruh jiwaku. Aku merasakan lemas sekali tubuhku. Seakan-akan lenyap sudah seluruh tenaga didalam ragaku. Karna kelelahan, akupun tertidur. Menikmati kesedihan yang aku tak tahu kapan akhirnya.

***

         Keesokkan harinya Ayahku pun masuk ke kamarku. Ia tidak sendiri. Ia bersama Ibuku. Aku rasa mungkin Ibuku sampai subuh tadi. Orang tuaku mencoba menenangkan dan menguatkanku. Mereka membelai lembut rambutku. Tapi nasihat-nasihat mereka tidak terdengar ditelingaku. Yang mereka katakan hanya terdengar seperti suara gemuruh angin yang sangat kencang.
"Percuma saja berbicara padaku saat ini" Gunamku di dalam hati.
        Tak ada yang bisa menyelamatkanku dari perasaan ini kecuali diriku sendiri. Aku putus asa...

***

         Disaat telah lelah aku meratap. Aku melihat barang-barang Tisa yang kupinjam masih ada dikamarku. Betapa sakit hatiku. Luruh kembali air mataku, berlinang mebasahi wajahku. Tak kuasa aku menatap barang-barang itu. Tiba-tiba saja semua kenangan terlihat jelas seperti slide dalam ingatanku. Kenangan melihat Tisa tertawa, tersenyum kepadaku.
         Aku hanya bisa duduk membungkuk di atas kasur. Kutopang wajahku dengan kedua tanganku. Entah sudah berapa lama airmataku mengalir sampai akhirnya kering kembali.
         Dengan langkah gontai, aku menguatkan hati untuk keluar kamar. Aku menuju ruang tamu. Tak sengaja aku melihat hati manusia yang sempat diambil ayahku waktu itu. Ternyata ada beberapa organ tubuh yang juga di temui ayahku. Ada jantung dan hati yang penuh sayatan. Dan juga organ-organ bagian yang lain.
         Kutatap organ dalam tubuh Tisa dengan penuh kesedihan. Terluka hati ini memandangnya. Aku merasakan saat ini hatiku pun tersayat-sayat seperti milik Tisa. Lalu aku memandang jantung Tisa yang telah putus dari tempatnya dan masih berdetak. Kemudian terpikir olehku untuk menaruhnya di freezer agar tetap berdetak dan berfungsi. Kupikir aku bisa menolong Tisa dengan mengantarkan jantung itu ke rumah sakit, mungkin masih ada waktu untuk menyelamatkannya. Sebuah pikiran konyol dan bodoh sekali. Didalam hati kecilku aku mengerti, bahwa semua itu sudah tidak mungkin.

***

         Dengan nalar yang hanya bekerja mungkin seperempat persen. Kubungkus semua organ dalam Tisa dan segera aku masukan ke dalam freezer. Lalu aku keluar rumah. Berjalan tanpa arah. Lalu aku duduk disuatu tempat yang sepi. Aku kembali terisak saat teringat tentang Tisa.
         Tak kuasa aku menahan perasaan sedihku. Aku merasa ada beberapa orang yang melewati tempat itu memandangiku sebentar, lalu berlalu entah kemana.
         Setelah tangisku mereda, aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku masuk ke kamar dan melihat barang-barang Tisa yang masih ada hingga sekarang. Buku kenangan saat SMP dan Flashdisk.
"It's fell different, you are not belonging here. As you know, i'm so mess without you."

***

          Beberapa saat kemudian aku keluar rumah lagi. Cukup jauh didepanku terlihat sebuah masjid yang tidak begitu besar tapi memiliki bangunan dengan lorong yang sangat panjang. Kemudian aku putuskan untuk pergi kerumah Tisa. Sesampainya dirumah Tisa. Aku melihat bendera putih. Banyak orang yang datang. Dari luar rumah aku melihat keranda ditutupi kain berwarna hijau dan diletakkan tidak jauh dari jenazah Tisa.
          Didalam rumah aku melihat banyak orang yang memakai peci sedang membaca sesuatu. Tapi aku tidak dapat mendengarnya. Lalu terlintas dibenakku untuk melihat Tisa untuk terakhir kalinya. Aku juga ingin ikut mebaca sesuatu bersama orang-orang berpeci itu. Dan berada didekat Tisa.
          Tapi aku baru sadar, kalau diriku saat ini memakai celana pendek. Tentu saja bukan pakaian yang sopan untuk melayat. Lalu aku berlari kembali ke rumahku untuk emngganti pakaiaanku.
          Setelah siap, aku kembali ke rumah Tisa dengan berlari. Tapi ada sedikit yang berbeda. Saat kembali kerumah Tisa. Entah oleh sebab apa aku melewati bangunan panjang yang seperti koridor rumah sakit dan bertembok hijau. Dan aku sampai dirumah Tisa lewat belakang masjid yang aku lihat itu. Aneh sekali pikirku. Lalu aku mencoba masuk ke rumahmu dan dengan tanpa sadar dan disengaja aku melewati orang yang sedang sholat. Aku terdiam sejenak. Kenapa tiba-tiba ada orang sholat.
          Tapi aku tidak peduli. Rasnya aku ingin cepat-cepat melihat wajah Tisa. Melihat wajahnya yang tak lagi bernafas. Wajah yang seperti orang tidur, putih, pucat...

***

          Belum sempat aku melihat. Tiba-tiba saja aku seperti orang ling-lung. Sama sekali tidak tahu apa yang kulakukan. Aku rasa tekanan jiwaku melemahkan akalku.
          Tiba-tiba saja aku kembali keluar dari rumah Tisa. Aku sangat bingung. Padhal hatiku menolak dengan tegas. Aku ingin tetap dekat dengan Tisa dan membaca Al-Qur'an bersama bapak-bapak berpeci itu.

***

          Beberapa hari sejak kecelakaan yang menimpa Tisa dan kusaksikan dengan mataku sendiri. Hatiku sangat sedih, bahkan kurasa lebih dari perasaan sedih yang biasa dipahami banyak orang. Tapi kali ini aku memutuskan untuk menguatkan hatiku.
          Saat aku ingin melihat ke suatu tempat tertentu. Semuanya tiba-tiba hilang. Awalnya menjadi buram dan kabur dari pandanganku. Kepalaku pening. Tiba-tiba saja aku gelisah. Aku ketakutan. Tbuhku gemetar hebat.
         Aku merasa seperti terbang melayang melewati ruang dan waktu, bahkan mungkin dimensi lain. Kemudian...
BLAAARRR!!!
         Aku terbangun. Peluh membasahi tubuhku. Detak jantungku sangat cepat dan nafasku tidak teratur. Seperti orang yang habis berlari berpuluh-puluh kilo meter.

***

         Astagfirullah al'adzim. Kenapa aku bermimpi seperti itu? Mimpi yang terlihat sangat nyata sehingga aku sulit membedakannya dengan kenyataan.
         Aku melihat jam tanganku. Pukul 02.50. Hampir jam tiga pagi. Aku menyibak selimutku. Aku duduk dan termenung. Udara masih sangat dingin menusuk sampai ke tulang. Dinginnya seakan membelai halus wajahku sampai aku tak bisa tidur lagi. Bagaimana mungkin aku bisa tidur lagi?
"Drrrtt" Hapeku bergetar. Kulihat layarnya ternyata sms dari Tisa.
"Assalamu'alaikum :-)
 bangun Pak Arsitek, tahajud yuk :-)"
         Aku menelan ludahku. Aku masih tertegun membaca sms Tisa. Ini bukan mimpikan?

***

Keesokan harinya, tepat pada sore hari.

"Pangeran, maafin aku yaa?" Kta Tisa membingungkanku.
"Buat apa?" Tanyaku.
"Maafin aku, aku gaa bisa berhenti mencintaimu :-P"
        Aku tertawa mendengarnya.
"Siip deh Putri, tak maafin" Kataku sambil tersenyum.
"Hehe. Pangeran, ada cimol tuh, beli yuk" Ajak Tisa.
CIMOL!!! Ini bukan mimpi yang semalam kan? tanyaku dalam hati.
"Astagfirullah.. kok aku jadi parno gini, ayolah..." Kataku pada diriku sendiri.
"Pangeran..Pangeran" Tisa memanggil-manggilku.
"Eh apaa???" Tanyaku kaget.
"Kok melamum, mikirin siapa hayoo? aku yaa?" Kata Tisa narsis.
"Mikirin siapa yaa?" Jawabku balik bertanya sambil tersenyum jahil.
Kau masih hangat dihatiku Putri.

***

          Sore itu aku bersyukur, ternyata hal menyedihkan dan menakutkan yang aku alami waktu itu hanya mimpi. Aku masih memiliki hal terpenting bagiku.  Yang paling terpenting lagi aku tak kehilangan apapun.
Alhamdulillah Yaa Rabbi.
          Kali ini aku belajar untuk menggunakan kesempatanku, kehidupanku yang singkat ini untuk berbagi cinta dan kasih sebelum segalanya benar-benar hilang.
         Hidup ini memang lebih tentram dan menyenangkan bila saling menyayangi. Namun kasih sayang tidak akan datang dengan diminta. Kasih sayang akan datang bila kita yang memberi.
         Aku bahagia sekali hari ini. Aku bahagia dengan segala hal yang telah ada dalam hidupku. Kusadari, sesungguhnya hidup ini berisikan kebahagiaan. Bila kita mampu memandang dari sudut yang benar.



Oleh : Satya