Assalamu’alaikum wr.wb
Bismillah...
Apa yang kau rasakan jika orang
yang kau cintai meremehkanmu, meragukanmu, menaruh dugaan bahwa kau tak mampu,
bahkan mengataimu dengan sebutan tidak cerdas, terkadang malah lebih menyakitkan
daripada kata “dasar bodoh!”. Sakitkah hatimu?
Jika aku menjadi dirimu, jari-jari
yang mewakili menulis kata-kata menjadi kalimat kemudian menjadi paragraf ini
akan bersaksi bahwa hati dan jiwaku tentu akan sakit.
Dalam pengertianku orang yang
paling sering disakiti adalah orang yang paling disayangi. Orang yang
menyayangi itu mungkin merasa berhak menyakiti orang yang disayanginya. Atas dasar
apa? Aku mencoba menebak-nebak. Mungkin karena merasa sudah memberikan banyak
hal kepada yang disayangi. Mungkin karena hilangnya kekhawatiran akan timbulnya
kecewa atau perasaan tersiksa dari yang disayangi. Mungkin karena sudah bosan. Mungkin
karena sudah tidak peduli. Mungkin memang ingin menyiksa. Atau karena ingin
mencari gara-gara saja agar bisa mengakhiri hubungan—bagi yang berpacaran. Kita sebut aja pihak yang merasa tersiksa ini
dengan “korban”.
Penyiksaan dalam cinta yang
dirasakan oleh korban pun bisa terjadi dalam tiga konteks. Pertama, dalam
keluarga. Kedua, dalam hubugan pernikahan atau pendekatan(baca: pacaran). Ketiga,
dalam persahabatan. Kasus yang terjadi pun tidak hanya satu dua macam. Cukup banyak
macamnya. Mulai dari merasa terkekang, merasa terlalu diatur-atur, karena
mendengar kata-kata kasar yang menyakitkan atau karena mengalami kekerasan
fisik.
Dalam hal ini aku mencoba melihat
dengan cara lain. Lagi-lagi aku menduga, bagaimana kalau penyiksaan itu
disikapi terlalu dramatis oleh korban. Padahal kenyataannya tidak terlalu
berlebihan. Mungkin seperti orang jatuh cinta, membuat ilusi bahwa itu
menyakitkan, padadal biasa saja. Mungkin memang korban itu salah, tapi tidak
merasa.
Tapi dugaanku itu tidak mutlak
bahwa itu benar. Sekali lagi, itu hanyalah dugaanku. Tapi jika kenyataannya
memang korban mendapatkan perlakuan tidak baik dari orang yang disayanginya,
tentu tidak masalah. Gampangnya, putuskan saja secepatnya mau apa dan
bagaimana. Ajak bicara baik-baik. Lebih bagus lagi jika meminta peran orang
ketiga untuk menjadi pendamping dan saksi
selama proses pertemuan tersebut. Namun, pikirkanlah lebih dalam kalau masih
berlaku kata-kata “aku rasa” atau “aku merasa”. Karena kata-kata itu memiliki
kesan bahwa kesaksian yang disampaikan belum tentu benar, karena masih
menyangkut perasaan saja belum menjadi kenyataan. Karena perasaan bisa saja
salah bukan? Pastikan bahwa yang terjadi adalah nyata dan bukan hanya perasaan.
Kewajiban mencintai itu, apapun
definisinya, dalam tulisan ini aku simpulkan dengan, saling berkomunikasi,
mendengarkan, memahami, menjaga keharmonisan, menghormati, berkasih sayang, dan
bertujuan sama: menuju kebaikan. Dalam hubungan antar manusia pun demikian. Baik
orang tua-anak, kakak-adik, sapasang kekasih, sahabat atau yang menikah. Semuanya memiliki hak
mendapatkan pelakuan tadi dan berkewajiban melaksanakan kewajiban tersebut. Jika
penyiksaan tetap terjadi, alangkah bijaksananya jika melihat pada diri sendiri
terlebih dahulu. Kenapa hal itu bisa terjadi dan apakah sudah mengaplikasikan kepada orang
yang disayangi atau belum. Jangan-jangan selama ini kita juga sering menyakiti
perasaan orang yang mencintai kita.
Semua yang terjadi pasti ada
penyebabnya. Jika kita merasa menjadi
korban—ini yang sering aku lakukan, jangan melihat diri sebagai yg teraniaya
saja. Lihat juga kenapa hal itu terjadi.
Lagi-lagi, semua yang terjadi dalam
drama penyiksaan dan kekerasaan tidak hanya sebatas yang terlihat bahwa aku disiksa
maka aku adalah korban. Dalam sebuah kejadian selalu ada hikmah. Bisa saling
mengerti, mampu memahami, lebih bersabar, dapat saling berkasih sayang dan
terus melanjutkan hidup bersama yang disayangi tentu harapan semua orang bukan?
Jika pertemuan sudah dilakukan, sudah dibicarakan semua unek-uneknya, hasil
akhirnya tidak harus berpisah kan? Apalagi cinta dalam keluarga. Aku rasa tidak
bijaksana kalau mengusir anggota keluarga yang dulu menyiksa kita.
Cinta itu rahmat—begitu kata pak
Mario Teguh. Maka jadikanlah ia salah satu kebahagiaan dikehidupanmu bersama
orang-orang yang kau cintai.
Wassalamu'alaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar