Sekumpulan perempuan kurang iman membentangkan spanduk bertuliskan,
'My rok is my right' dan 'Don't tell us how to dress Tell them not to
rape', ada pula yang berteriak: ”jangan salahkan rok mini kami,
salahkan otaknya”. Demikian yang terlihat di Bundaran HI hari ini
dalam rangka demo menentang ucapan gubernur DKI Jakarta yang dianggap
menyalahkan para wanita berpakaian minim sehingga memicu terjadinya
pemerkosaan di angkot yang marak belakangan ini.
Sekilas memang
suara-suara ini bisa dimaklumi sebagai reaksi dari pernyataan sang
gubernur. Tapi kalau mau dicermati lebih jauh sebenarnya ada hidden
agenda dibalik demo semacam ini yaitu kampanye liberalisme berselubung
pembelaan terhadap hak asasi. Apalagi terungkap dalam spanduk berbahasa
Inggris itu yang kalau diartikan, ”Rokku adalah hakku” dan ”Jangan ajari
kami bagaimana berpakaian, ajari saja mereka supaya tidak memperkosa”.
Pemerkosa itu memang jahanam, bajingan, brengsek, bangsat, kampret putra
kalong dan makian lainnya, tapi bukan berarti pakai rok mini jadi
sebuah kebenaran.
Perumpamaan mereka sama dengan orang yang
menaruh sepeda motor tanpa dikunci di jalanan lalu motornya diambil
pencuri. Kemudian datanglah pejabat mengatakan hendaknya motor dikunci
lalu ditaruh di tempat yang aman. Eh, yang motornya dicuri malah protes,
”Jangan ajari kami cara menyimpan motor, ajari mereka supaya tidak
mencuri”. Sama bukan permisalannya? Kalau sudah sama berarti anda bisa
paham dimana letak salahnya. Apakah dengan menyalahkan pemilik motor
yang menaruh motor sembarang berarti kita membenarnya tindakan si
pencuri? Tentu saja tidak.
Memakai rok mini di tempat umum jelas
sebuah kesalahan baik dilakukan oleh pria maupun wanita muslim. Kalau
dilakukan oleh pria maka tak perlu repot mencari dalil agama untuk
membuktikan kesalahannya. Sedangkan kalau dipakai oleh wanita barulah
memerlukan dalil agama untuk membuktikannya, dan itu sudah cukup jelas
tak perlu dibahas. Sebagai muslim kita yakini bahwa Tuhan mengajarkan
para wanita muslimah untuk menutup aurat. Nah, berani ngga para wanita
sekuler ini mengatakan kepada Tuhan, ”Hey Tuhan, jangan ngajari kami
cara berpakaian, hukum saja pemerkosanya”?!
Ada beberapa
golongan dineraka :
[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti
ekor sapi untuk memukul manusia dan
[2] para wanita yg berpakaian
tp telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang
miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium
baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
(HR. Muslim no. 2128)
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika
menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun
‘ariyatun (berpakaian tapi telanjang).
Makna pertama:
wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
Makna...
kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan
kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan
ketaatan kepada Allah.
Makna ketiga: wanita yang
menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan
tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Makna
keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.
(Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah
mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun (berpakaian tapi telanjang)
adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan
bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang
wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada
hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)
Lalu
apakah wanita non muslim punya hak untuk itu? Masalah membangkitkan
gairah bukan lagi masalah agama, tapi masalah karakter manusia. Yang
namanya laki-laki tentu akan terbangkit birahi bila melihat yang seksi.
Tak peduli apakah dia orang biasa ataukah ulama, semuanya sama selama
orientasi seksualnya normal adanya.
Pernah terjadi dialog antara
seorang ulama dengan orang sekuler di dalam kereta. Si sekuler
mengatakan apa salahnya perempuan buka aurat, yang salah adalah pikiran
pria yang tak mampu mengendalikan diri. Lalu si ulama mengeluarkan jeruk
nipis dan memotongnya di hadapan si sekuler. Terlihat bagaimana si
sekuler ini menahan liurnya. Si ulama ini bertanya, ”Mengapa kamu tidak
bisa menahan air liurmu saat ku potong jeruk ini?” Dia menjawab, ”Sudah
menjadi fitrahnya air liur akan berair melihat sesuatu yang masam”. Si
Ulama menimpali, ”Begitu pula fitrah pria akan terangsang kalau melihat
keseksian di hadapannya. Kalau dipancing terus lama-lama imannya akan
goyah juga. Apalagi yang memang tidak beriman.” Tentu bukan salah rok
mininya. Karena rok mini boleh saja dipakai kalau di hadapan suami.
Menyalahkan
rok mini bukan berarti mencari pembenaran untuk tindak perkosaan, tapi
adanya otak porno juga tak bisa dilepaskan dari pancingan pihak-pihak
yang sengaja mempertunjukkan keseksian di hadapan si otak porno tadi.
Lalu coba tanya kepada para pemakai rok mini, apa tujuannya memakai
pakaian seperti itu? Tentu ada yang ingin ditunjukkan bukan? Kalau tidak
ada yang ingin ditunjukkan bukankah lebih baik pakai celana panjang
(yang tidak ketat), lebih bebas bergerak dan tak risih dipandang orang
atau rok panjang yang sampai menutupi mata kaki.
Aneh juga sikap
sebagian wanita yang suka pamer anggota tubuh, di saat laki-laki
tentunya malu pakai celana pendek naik kendaraan umum atau pergi ke
kantor (kecuali Bob Sadino). Seolah mereka bangga mempertunjukkan bagian
seksi itu kepada para pria, kalau tidak bangga lalu apa dong tujuannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar